Model Pembelajaran ANTISISISI Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Keterampilan Komunikatif.
Kata Kunci:
Critical Thinking Skills, Communicative Skills, ANTISISISI Learning ModelsAbstrak
Abstract: The development of 21st century knowledge requires high quality human resources who have critical thinking skills and communicative skills. Higher order thinking skills are an indication of the success of increasing human resources in education in the 21st century, especially critical thinking skills and communicative skills. The type of research used in this research is a literature review study. The product in the form of the ANTISISISI learning model refers to the ADDIE development model with the stages of (1) Analysis, (2) Design, (3) Develop, (4) Implement, (5) Evaluate but in this development limited trials were carried out up to the third stage, namely Develop (development). In the ANTISISISI learning model, 5 stages were developed, namely Stimulation, Attention, Discussion, Collaboration, Evaluation. This learning model innovation is expected to empower students' critical thinking skills and communicative skills so that they can improve human resources.
Keywords: Critical Thinking Skills, Communicative Skills, ANTISISISI Learning Models
Abstrak: Perkembangan pengetahuan abad 21, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi yang memiliki keterampilan berpikir kritis dan keterampilan komunikatif . Kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills) merupakan salah satu indikasi keberhasilan peningkatan sumber daya manusia dalam bidang pendidikan pada abad 21, khususnya keterampilan berpikir kritis dan keterampilan komunikatif. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur review. Produk berupa model pembelajaran ANTISISISI mengacu pada model pengembangan ADDIE dengan tahapan (1) Analysis, (2) Design, (3) Develop, (4) Implement, (5) Evaluate namun dalam pengembangan ini dilakukan uji coba terbatas hingga tahapan ketiga yaitu Develop (pengembangan). Dalam model pembelajaran ANTISISISI dikembangkan 5 tahap yaitu Stimulation (rangsangan), Attention (perhatian), Discussion (diskusi), Collaboration (kolaborasi), Evaluation (evaluasi). Inovasi model pembelajaran ini diharapkan dapat memberdayakan keterampilan berpikir kritis dan keterampilan komunikatif peserta didik sehingga dapat meningkatkan sumber daya manusia.
Kata Kunci: Keterampilan Berpikir Kritis, Keterampilan Komunikatif, Model Pembelajaran ANTISISISI
PendahuluanDalam dunia pendidikan terdapat berbagai aspek yang harus diajarkan pada siswa, salah satu yang ingin diwujudkan adalah keterampilan fisikal (hardskill) dan keterampilan mental (softskill) (Permendikbud No.22 tahun 2016:6). Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam semesta secara sistematis. Pendidikan IPA tingkat SMP/MTs, penerapan pendekatan saintifik yang diharapkan mampu melahirkan kualitas pribadi yang memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara utuh/holistik tidak bisa dipisahkan, sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan yang akan dicapai (Permendikbud No.22 tahun 2016).
Standar kompetensi lulusan kurikulum 2013 pada mata pelajaran IPAmencakup empat kompetensi, yaitu (1) kompetensi sikap spiritual, (2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Untuk mencapai standar dan tujuan itu, peran guru dan peserta didik dalam pembelajaran yang diarahkan pada pengembangan tiga ranah. Yang pertama, ranah sikap diperoleh melalui aktivitas siswa dalam menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan yang kedua ranah pengetahuan, diperoleh melalui aktivitas mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta. Yang ketiga ranah keterampilan, diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Hal ini termasuk dalam kajian utama dalam proses pembelajaran saintifik.
Kegiatan utama dalam proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik, yaitu: (1) Mengamati, dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan mencari informasi, melihat, mendengar, membaca, dan atau menyimak. (2) Menanya,untuk membangun pengetahuan siswa secara faktual, konseptual, dan prosedural, hingga berpikir metakognitif, dapat dilakukan melalui kegiatan diskusi, kerja kelompok, dan diskusi kelas. (3) Mencoba yaitu mengeksplor/mengumpulkan informasi, atau mencoba untuk meningkatkan keingintahuan siswa dalam mengembangkan kreatifitas,dapat dilakukan melalui membaca, mengamati aktivitas, kejadian atau objek tertentu, memperoleh informasi, mengolah data, dan menyajikan hasilnya dalam bentuk tulisan, lisan, atau gambar. (4) Mengasosiasi, dapat dilakukan melalui kegiatan menganalisis data, mengelompokkan, membuat kategori, menyimpulkan, dan memprediksi/mengestimasi. (5) Mengkomunikasikan adalah sarana untuk menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, gambar/sketsa, diagram, atau grafik, dapat dilakukan melalui presentasi, membuat laporan, atau unjukkerja (Mulyasa, 2002).
Penggunaan model pembelajaran adalah salah satu alat bantu saat melakukan pembelajaran, antusias siswa yang berbeda dari biasanya dan menarik perhatian mereka adalah salah satu keberhasilan dari proses pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SMP St. Fr. Xaverius Olilit Timur, ditemukan beberapa permasalahan diantaranya (1) guru belum mengoptimalkan pembelajaran yang inovatif (2) kondisi pembelajaran masih kurang menarik, karena pembelajaran masih berpusat kepada guru dan metode yang digunakan tidak bervariasi, (3) kurangnya aktivitas siswa dalam bertanya dan menjawab pertanyaan yang diberikan.
Berdasarkan permasalahan di atas, dibutuhkan sebuah alternatif pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran melalui kegiatan kreatif dan inovatif, salah satu penyajian materi IPA yang menarik dan tidak membosankan bagi siswa. Salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk mengaktifkan belajar siswa dalam proses belajar mengajar yaitu guru harus menggunakan strategi pembelajaran yang bervariasi, oleh sebab itu sangat dianjurkan agar guru menggunakan kombinasi metode atau strategi mengajar setiap kali mengajar (Sudjana, 2001).
Peserta didik membutuhkan proses pembelajaran yang mampu mengaktifkannya dalam belajar baik fisik maupun mental. Pembelajaran akan lebih bermakna jika diterapkan proses pembelajaran yang dapat melatih keterampilan berpikir seperti berpikir kritis dan kreatif serta dapat berkolaborasi dalam menciptakan sistem sosial yang lebih hangat selama proses pembelajaran (Bahri et al., 2021) Keterampilan berpikir kreatif itu siswa tidak dapat diperoleh secara instan tetapi membutuhkan proses dan perlu dilatih atau diberdayakan (Listiana & Bahri, 2019). Hal ini masih menjadi suatu permasalahan dalam pembelajaran.
Agar permasalahan keterampilan berpikir kritis dan keterampilan komunikatif dapat diatasi dengan baik maka pembelajaran di sekolah perlu ditingkatkan. Problem Based Learning adalah model pembelajaran dengan mengkonfrontasikan permasalahan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari kepada peserta didik (Armana et al., 2020). Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang menantang peserta didik untuk belajar bagaimana belajar, dan bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata (Arends & Kilcher, 2010). Pembelajaran berbasis masalah meliputi pengajuan pertanyaan atau masalah, memusatkan pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan asli/autentik,kerjasama dan menghasilkan karya serta peragaan.
Salah satu model pembelajaran efektif yang dapat digunakan untuk merancang pembelajaran meningkatkan kemapuan keterampilan berpikir kritis dan ketrampilan komunikatif serta karakter (sikap peduli) yaitu model pembelajaran PBL yang merupakan dasar pengembangan model pembelajaran ANTISISISI. Berdasarkan rasionalisasi diatas, maka dianggap perlu untuk melakukan pengembangan desain model pembelajaran. Ide desain model pembelajaran saya terinspirasi dari salah satu kearifan lokal berupa makanan khas dari daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar yaitu SISISI. Jadi, ide desain model pembelajaran saya yaitu model pembelajaran ANTI-SISISI akronim dari kata rangsangAN, perhaTIan, diskuSI, kolaboraSI, evaluaSI.
Metode
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur review. Penelitian menyajikan hasil penelusuran mengenai landasan teori pengembangan rancangan model pembelajaran ANTISISISI (rangsangAN, perhaTIan, DiskuSI, KolaboraSI, evaluaSI). Rangcangan model pembelajaran ANTISISI mengacu pada model pengembangan ADDIE. ADDIE adalah akronim dari analysis, design, develop, implement, dan evaluate (Branch, 2009). Akronim tersebut menggambarkan kelima tahapan dalam proses pengembangan yaitu analisis, desain/perancangan, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Dalam pengembangan ini dilakukan uji coba terbatas dengan hanya melewati 3 tahapan yaitu tahapan pertama analisis (analysis), kedua desain/perancangan (design), ketiga pengembangan (develop).
Model pembelajaran ANTISISISI dikembangakan dengan model pengembangan ADDIE melalui tahapan yang pertama, tahap analisis (analysis) ada dua yaitu analisis kebutuhan dan analisis peserta didik. Analisis Kebutuhan tahap awal dilakukan dengan mengidentifikasi dan menganalisis masalah dalam proses pembelajaran IPA berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh sebelumnya. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan di beberapa sekolah SMP pada kecamatan Tanimbar Selatan, kabupaten Kepulauan Tanimbar, diketahui bahwa pentingnya pemberdayaan peserta didik dalam proses pembelajaran yang berorientasi kompetensi pembelajaran Abad 21 khususnya berfikir kritis dan keterampilan komunikatif peserta didik. Selanjutnya penulis mendesain model pembelajaran yang diawali dengan perancangan proses pengembangan yaitu mencetuskan ide model pengembangan yang akan dikembangkan berdasarkan hasil analisis.
Hasil dan PembahasanBerdasarkan hasil analisis (analysis) dan desain, sehingga dapat dilakukan tahap pengembangan. Model pembelajaran ANTISISISI merupakan modifikasi dan integrasi antara model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), model Inquiry serta pengaplikasian pembelajaran cooperative learning ke dalam kelas. Problem Based Learning dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah (Lismaya, 2019). Model pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan (Sidiq et al., 2019)
Tahap pengembangan menyesuaikan dengan komponen model pembelajaran menurut (Utomo, 2020), bahwa ada lima komponen model pembelajaran yaitu: (1) sintaks, (2) sistem sosial,
(3) prinsip reaksi, (4) sistem pendukung, dan (5) dampak instruksional dan pengiring. (1) Sintak merupakan urutan aktivitas atau fase atau langkah-langkah dalam pembelajaran dari awal sampai akhir yang sistematis (Effendi et al., 2020). Sintak model pembelajaran ANTISISISI ada 5 yaitu Stimulation (rangsangan), Attention (perhatian), Discussion (diskusi), Collaboration (kolaborasi), Evaluation (evaluasi).
SintaksTahap pertama yaitu rangsangan (stimulation), teori belajar yang mendasari pengembangan sintak rangsangan yaitu teori belajar konstruktivisme dimana merupakan suatu proses membangun dan menyusun pengetahuan baru kognitif peserta didik berdasarkan pengalamannya yang unik untuk setiap individu (Sugrah, 2020). Kegiatan belajar dalam teori belajar konstruktivisme ditandai dengan keterlibatan aktif siswa dalam memecahkan masalah dengan salah satu cara yaitu menjawab pertanyaan. Paradigma konstruktivisme memandang peserta didik sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengkontruktivisme pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu meskipun kemampuan awal tersebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran dan pembimbingan.
Tahap kedua yaitu perhatian (attention) pada tahap ini guru memfasilitasi siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan mengumpulkan data atau informasi yang bisa dilakukan dengan kegiatan praktikum atau studi literatur. Studi literatur yaitu berupa mencari berbagai sumber seperti jurnal hasil penelitian. Sementara itu kegiatan pada tahap ini juga bisa dilakukan dengan diskusi dalam kelompok kecil. kegiatan diskusi bersama dengan kelompok ini akan mampu meningkatkan hasil pembelajaran yang lebih tinggi seperti daya ingat yang lebih lama, motivasi instrinsik yang lebih besar, motivasi berprestasi yang semakin tinggi, kedisiplinan yang lebih stabil, dan berpikir menjadi lebih kritis. Selain itu relasi antar siswa yang lebih positif, relasi ini meliputi keterampilan bekerja sama yang semakin baik, kepedulian pada orang yang semakin meningkat, dan sikap toleran terhadap perbedaan (Huda, 2013). Mengumpulkan pertanyaan dan menjawabnya melalui proses pengamatan dan studi literatur merupakan bagian siswa dalam membangun pengetahuanya. Studi juga menunjukkan bahwa mengajar siswa untuk bertanya dan menjawab pertanyaan sangat penting jika terlibat siswa terlibat pemecahan masalah (Gillies et al., 2012).
Tahap ketiga yaitu diskusi (discussion), diskusi merupakan aktivitas tukar menukar pengetahuan (Mulyana, 2012). Diskusi merupakan percakapan ilmiah yang responsif berisikan pertukaran pendapat yang dijalin dengan pertanyaan-pertanyaan problematis dan pengujian ide- ide maupun pendapat dilakukan oleh beberapa orang yang bergabung dalam kelompok itu yang diarahkan untuk memperoleh pemecahan masalahnya (Sagala, 2007). Tahap ini memberi kesempatan siswa untuk mengemukakan pendapat dan saling bertukar pikiran dalam menyelesaikan suatu masalah sehingga baik siswa yang pandai maupun siswa yang kurang pandai sama-sama memperoleh manfaat melalui aktivitas belajar ini. Metode diskusi dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif khususnya dalam memberikan gagasan dan ide-ide (Mulyono, 2012).
Tahap keempat yaitu kolaborasi (collaboration), kolaborasi adalah kemampuan untuk mengembangkan gagasan atau memerinci suatu objek atau gagasan (Zahriani, 2014). Pada tahap ini siswa diberi peluang memperoleh pengetahuan dan keterampilan lebih lanjut melalui kegiatan seperti menerapkan konsep yang telah dipelajari ke situasi yang baru. Konteks yang baru bisa berupa soal atau data praktikum lainnya. Data dibuat dalam tabulasi sesuai dengan hasil praktikum atau pengamatan. Selanjutnya dianalisis kebenaran data sesuai dengan teori yang ada pada literatur. Atau siswa ditugaskan untuk membuat mind mapping. Mind mapping (peta pikiran) memberikan daya ingat yang berarti bagi peserta didik dalam memaksimalkan kreatifitas berfikirnya, karena dalam penerapan peta pikiran dapat meningkatkan ketrampilan dasar yang dapat merangsang otak peserta didik dalam belajar dan menata informasi. Penerapan peta pikiran telah mampu meningkatkan kretivitas berfikir yang harus dimiliki setiap peserta didik selama proses pembelajaran.
Tahap kelima evaluasi (evaluation) pada tahapan ini melihat kembali hasil dan menentukan apakah hasil belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran dan apakah proses regulasi yang digunakan adalah efektif (Young & Fry, 2008). Tahap refleksi melibatkan salah satu dari pengetahun kognitif yakni pengetahuan diri (self knowledge). Dalam tahap ini, siswa menulis pengalaman belajarnya tentang hal yang sudah dipahami atau belum dipahami serta bagaimana dia
mengatasi masalahnya, siswa akan merefleksikan kekuatan dan kelemahannya dalam keseluruhan proses. Siswa diminta mengkaitkan konsep yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari, hal yang pernah dilakukan berkaitan dengan konsep dan apa yang akan dilakukan ke depan dengan konsep yang dipelajarinya. Proses ini akan melibatkan apresiasi diri dan evaluasi. Selanjutnya guru dapat memberikan post test untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami materi yang baru dipelajari. Adapun tabel aktivitas guru dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran ANTISISISISintaks
Aktivitas Pembelajaran
Teori Belajar
RangsangAN (Stimulation)
GURU :
· Guru melakukan apersepsi dengan memberikanpertanyaan-pertanyaan terkait materi yang akan dipelajari.
· Guru menyajikan video pembelajaran dan meminta siswa mengamati dan mencermati video pembelajaran yang ditampilkan.
PESERTA DIDIK:
· Peserta didik menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.
· Peserta didik memberikan respon positif terhadap masalah yang diberikan sehingga timbul keinginan untuk menyelidiki. (15 menit)
Teori belajar Konstruktivisme
(proses membangun dan Menyusun pengetahuan baru peserta didik berdasarkan pengalamannya yang unik untuk setiap peserta didik)
PerhaTIan (attention)
GURU:
· Guru menyampaikan materi dan tujuan pembelajaran
· Guru membuat kelompok heterogen
yang terdiri dari 4-5 orang.
· Guru mendorong peserta didik untuk mendapatkan informasi melalui studi literatur dan mengikuti kegiatan sesuai LKPD
PESERTA DIDIK
· Peserta didik duduk sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
(10 menit)
Teori belajar Behavioristik
(Guru memberikan stimulus kepada peserta didik dan peserta didik memberikan respon)
DiskuSI (Discussion)
GURU :
· Guru mengarahkan dan mengamati jalannya diskusi pada setiap kelompok dengan waktu yang ditentukan (25 menit)
· Guru memberikan arahan jika ada kendala dalam kelompok
PESERTA DIDIK:
· Masing-masing kelompok membuat 2 pertanyaan yang berbeda terkait materi dengan membaca ringkasan materi dan buku siswa.
· Peserta didik dalam kelompok masing-masing mendiskusikan untuk menemukan jawaban dari pertanyaan kelompok lain
Teori belajar behavioristik dan kognitif
(Guru memberikan stimulus kepada peserta didik dan peserta didik memberikan respon dan peserta didik berkesempatan mengembangkan kecerdasan dengan melalui diskusi antar peserta didik)
KolaboraSI (Collaboration)
GURU:
· Guru memberikan kesempatan kepada perwakilan dari setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi
PESERTA DIDIK :
· Perwakilan dari setiap kelompok menyampaikan hasil diskusi.
ü Guru dan peserta didik menyimpulkan hasil pembelajaran
ü Peserta didik diminta membuat mind mapping terhadap hasil pembelajaran agar mudah untuk diingat. (20 menit)
Teori belajar Kognitif
(Peserta didik berkesempatan mengembangkan kecerdasan dengan melalui kolaborasi antar peserta didik)
EvaluaSI (Evaluation)
GURU:
· Guru memberikan pertanyaan- pertanyaan untuk menguji pemahaman peserta didik tentang materi yang baru dipelajari melalui Posttest.
· Guru memberikan pujian (reward) kepada semua kelompok yang sudah berpartisipasi dengan baik.
· Guru menyampaikan materi pembelajaran untuk pertemuan berikutnya
PESERTA DIDIK:
· Peserta didik mengerjakan posttest
(10 menit)
Teori belajar behavioristik
(Guru memberikan stimulus kepada peserta didik dan peserta didik memberikan respon)
Sistem Sosial
Menurut (Joyce et al., 1992) dalam (Utomo, 2020) sistem sosial menyatakan peran dan hubungan guru dan siswa, serta jenis-jenis norma yang dianjurkan. Sistem sosial merupakan pola hubungan guru dengan siswa pada saat terjadinya proses pembelajaran (situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam penggunaan model pembelajaran tertentu). Setiap model pembelajaran mensyaratkan situasi atau suasana dan norma tertentu (Martawijaya, 2016). Sistem sosial pembelajaran ANTISISISI, yaitu guru berperan sebagai fasilitator, motivator, dan pengawas.
Sistem Pendukung
Sistem pendukung meliputi sarana, bahan, alat, atau lingkungan pembelajaran yang dibutuhkan untuk keterlaksanaan model pembelajaran ANTISISISI. Sistem pendukung yang digunakan adalah : 1) Sumber pembelajaran (Modul ajar, LKPD, bahan bacaan, dll). 2) Fasilitas sekolah (meja, kuris, internet, papan tulis dan lain sebagainya). 3) Guru dan peserta didik yang kondusif.
Prinsip ReaksiPrinsip reaksi berkaitan dengan bentuk kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru memandang dan memperlakukan para siswa, termasuk bagaimana seharusnya guru memberikan respon terhadap siswa. (Joyce et al., 1992) dalam (Utomo, 2020) mengemukakan prinsip reaksi berkaitan dengan bagaimana cara guru memperhatikan dan memperlakukan siswa, termasuk cara guru memberikan respons terhadap pertanyaan, jawaban, tanggapan atau apa saja yang dilakukan siswa. Perannya sebagai fasilitator, yaitu guru diharapkan menyediakan fasilitas atau memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh siswa agar memudahkan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Pada model pembelajaran ANTISISISI, guru mempersiapkan rancangan aktivitas pembelajaran yang memberdayakan keterampilan berfikir kritis dan kreatif. Guru harus mampu memberikan rangsangan, dorongan serta reinforcement untuk mengembangkan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas), sehingga akan terjadi dinamika dalam proses belajar (Wahab, 2022).
Dampak Instruksional dan Dampak PengiringDampak instruksional adalah hasil belajar yang dicapai secara langsung dengan cara mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan. Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh siswa tanpa diarahkan langsung oleh guru (Joyce et al., 1992) dalam (Utomo, 2020). Dampak instruksional yang diharapkan terjadi setelah penerapan model pembelajaran ANTISISISI adalah untuk mencapai tujuan pembelajaran, kompetensi keterampilan berpikir kritis dan kreatif peserta didik, serta penguatan karaktek, untuk dampak pengiring yang diharapkan dihasilkan dari implementasi model pembelajaran ANTISISISI adalah peserta didik merasa tertantang, termotivasi, memiliki sikap kerja sama dan empati, dapat memanfaatkan teknologi, dan bersyukur.
KesimpulanBerdasarkan hasil kajian literatur di atas, diketahui bahwa salah satu masalah dalam dunia pendidikan pada abad 21 ialah kurang diperbadayakannya keterampilan berfikir kritis dan berfikir kreatif serta kurangnya kemampuan komunikasi dari peserta didik. Sehingga diperlukan inovasi dalam proses pembelajaran yang memberikan aktivitas belajar yang bermakna yang memberdayakan keterampilan berpikir tersebut melalui model pembelajaran ANTI-SISISI Stimulation (rangsangan), Attention (perhatian), Discussion (diskusi), Collaboration (kolaborasi), Evaluation (evaluasi). Adapun komponen dari rancangan model pembelajaran ANTI-SISISI terdiri atas; (1) sintaks (2) sistem sosial, (3) prinsip reaksi, (4) dampak instruksional dan (5) dampak pengiring.
RefrensiArends, D., & Kilcher, A. (2010). Teaching for Student Learning. Routledge. https://doi.org/10.4324/9780203866771
Armana, I. W. D., Lasmawan, I. W., & Sriartha, I. P. (2020). Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap Keterampilan Berpikir Kritis dan Kreatif. Jurnal Pendidikan IPS Indonesia, 4, 63–71.
Bahri, A., Jamaluddin, A. B., Muharni, A., Fikri, M. J. N., & Arifuddin, M. (2021). The Need of Science Learning to Empower High Order Thinking Skills in 21st Century. Journal of Physics: Conference Series, 1899(1), 012144. https://doi.org/10.1088/1742- 6596/1899/1/012144
Bruce, W., & Marsha. (1992). Models of Teaching (Second Edition). Englewood Cliffs, .
New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Branch, R. M. (2009). Instructional Design: The ADDIE Approach. New York: Springer.
Effendi, H., Aisyah, S., & Muspardi & Muslim. (2020). Pembelajaran Sejarah Islam Berbasis Kebhinekaan (PSI-BK). Peekalongan: PT Nasya Expanding Management.
Gillies, R. M., Nichols, K., Burgh, G., & Haynes, M. (2012). The effects of two strategic and meta- cognitive questioning approaches on children’s explanatory behaviour, problem-solving, and learning during cooperative, inquiry-based science. International Journal of Educational Research, 53, 93–106. https://doi.org/10.1016/j.ijer.2012.02.003
Huda, M. (2013). Model-model pengajaran dan pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Joyce, Bruce, W., & Marsha. (1992). Models of Teaching (Second Edition). Englewood Cliffs, .
New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Lismaya, L. (2019). Berpikir Kritis & PBL. Surabaya: Media Sahabat Cendikia.
Listiana, L., & Bahri, A. (2019). Empowering Student’s Creative Thinking Skill In Biology Classroom: Potential of Group Investigation Combined With Think Talk Write (Gittw) Strategy. Humanities & Social Sciences Reviews, 7(3), 477–483. https://doi.org/10.18510/hssr.2019.7370
Martawijaya, M. A. (2016). Model Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal. Makassar: CV. Masagena.
Mulyana, D. (2012). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyasa. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyono. (2012). Strategi pembelajaran Menuju Efektivitas Pembelajaran di Abad Global.
Malang: UIN-Maliki Press.
Sagala, S. (2007). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sidiq, R., Najuah, Pristi, S. L., & Sherin. (2019). Strategi Belajar Mengajar Sejarah. Jakarta: Yayasan Kita Menulis.
Sudjana. (2001). Metode & Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah Production. Sugrah, N. U. (2020). Implementasi teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran sains.
Humanika, 19(2), 121–138. https://doi.org/10.21831/hum.v19i2.29274 Utomo, D. P. (2020). Mengembangkan Model Pembelajaran. Yogyakarta: Bildung.
Wahab, A.Y.L (2022). Inovasi Pembelajaran Peningkatan Kualitas Guru. Jakarta: Yayasan Wiyata Bestari Samasta.
Young, A., & Fry, J. D. (2008). Metacognitive Awareness and Academic Achievement in College Students. Journal of the Scholarship of Teaching and Learning, 8, 1–10.
Zahriani, Z. (2014). Kontektualisasi Direct Instruction Dalam Pembelajaran Sains. Lantanida Journal, 2(1), 95. https://doi.org/10.22373/lj.v2i1.667